Rabu, Juli 29, 2009

Agar Sekolah Penerbangan untuk Tetap Terbang

Selain luasnya lapangan kerja yang tersedia, murahnya biaya pendidikan menjadi daya tarik di sekolah penerbangan.

Banyaknya musibah yang melibatkan dunia penerbangan Indonesia belakangan ini ternyata tidak memberikan pengaruh berarti pada dunia pendidikan penerbangan. Buktinya, peminat terhadap ilmu penerbangan masih stabil. ''Banyaknya kecelakaan pesawat tidak memberikan dampak berarti kepada peminatan bidang studi penerbangan,'' ujar Rektor Universitas Suryadarma (Unsurya) Jakarta, Marsma TNI (Purn) Martono Kunarso, SIP, MM.

Hanya saja, minat masyarakat terhadap ilmu penerbangan terbilang masih rendah. Martono menganggap ketidaktahuan masyarakat mengenai dunia pendidikan ilmu penerbangan sebagai alasan utama kenapa sekolah penerbangan tidak sepopuler ilmu lainnya. Apakah itu ekonomi, hukum, komunikasi, atau pun teknik informatika. Alasan lainnya adalah belum adanya titik temu antara industri penerbangan dengan dunia pendidikan.

Padahal, katanya, dari sisi industri kebutuhan tenaga kerja di bidang penerbangan terus meningkat. Buktinya, tingkat lulusan Unsurya yang langsung diterima kerja terus bertambah. Hal senada diungkapkan Ketua Sekolah Tinggi Penerbangan Aviasi (STPA) Jakarta, Dr Ir S Suharsa, M Eng Sc. Ia menjelaskan, industri penerbangan Indonesia terus berkembang. ''Di Malang contohnya. Sebelumnya kami menangani ground handling untuk Sriwijaya hanya dua kali setiap hari. Tapi sekarang, sudah lima kali sehari. Di daerah lain pun banyak terjadi hal yang sama,'' katanya.

Karena perkembangan industri tersebutlah Suharsa mengklaim, minat masyarakat terhadap ilmu penerbangan semakin membaik. Ini dapat terlihat dari semakin banyaknya calon mahasiswa yang mendaftar masuk ke STPA. ''Meskipun belum tajam, peminat STPA setiap tahun meningkat. Tapi, karena daya tampung kami yang terbatas, tidak semua dapat diterima. Untuk tahun ini saja, kami memperkirakan hanya akan menyediakan 125 kursi,'' papar Suharsa.

Suharsa menambahkan, semakin meningkatnya minat masyarakat untuk kuliah di STPA juga tidak lepas dari murahnya biaya yang ditawarkan. Untuk pendidikan diploma selama tiga tahun, STPA hanya mematok biaya tidak lebih dari Rp 15 juta. Suharsa mengklaim, biaya kuliah di STPA sebagai yang termurah di antara semua sekolah penerbangan di dunia.

Melihat tren yang terus meningkat tersebut, STPA pun berencana untuk ikut berkembang. Caranya, dengan membuat program studi baru. Suharsa mengatakan, akan mendirikan program studi S1 Manajemen Transportasi Udara dan S1 Manajemen Bandar Udara. Selama ini, STPA hanya menyediakan dua program studi tersebut untuk jenjang Diploma III.

Menurut Suharsa, kompetensi yang dihasilkan dari program studi Manajemen Transportasi Udara adalah dalam bidang manajemen reservasi dan tiket, manajemen penanganan penumpang dan barang, manajemen penanganan kargo, manajemen kontrol keberangkatan, serta manajemen perencanaan dan operasi penerbangan. Sedangkan untuk program studi Manajemen Bandar Udara, kompetensi yang dihasilkan adalah dalam bidang manajemen trafik udara, manajemen pelayanan udara, manajemen pelayanan terminal, manajemen keamanan bandara, dan manajemen logistik. Di samping kompetensi di atas, mahasiswa kedua program studi diberikan kompetensi khusus di bidang manajemen tur dan travel, manajemen fasilitas bandara, dan manajemen pengangkutan.

STPA juga berencana untuk menghidupkan kembali sekolah penerbang yang telah lima tahun belakangan dibekukan. Ia menjelaskan, sekolah penerbang dibekukan karena alasan biaya yang terlalu mahal. Untuk dapat menghasilkan seorang pilot pesawat komersil dengan pendidikan 1,5 tahun, diperlukan biaya sekitar Rp 400 juta. Padahal kehadiran sekolah penerbang sangat penting agar dunia penerbangan Indonesia tidak didominasi oleh tenaga kerja asing.

Karenanya, Suharsa berencana untuk menghidupkan kembali sekolah penerbang dengan konsep bapak asuh. Dengan begitu, mahasiswa dapat kuliah dengan bantuan dari maskapai penerbangan yang ada di Indonesia. Cara ini memungkinkan mahasiswa untuk dapat belajar dengan biaya murah. ''Kami akan menggandeng berbagai maskapai yang ada di Indonesia untuk mengembangkan konsep ini. Semoga saja, pada tahun 2011 atau 2012 sekolah penerbang sudah dapat berjalan kembali,'' jelas Suharsa.

Pengembangan program studi juga dilakukan Unsurya. Pengembangan yang dilakukan lebih kepada program studi umum yang diberikan kandungan materi ilmu penerbangan. Seperti, pengembangan program studi Ilmu Hukum Udara untuk jenjang sarjana. Untuk saat ini, jelas Hartono, materi mengenai hukum udara masih diberikan dalam program studi Ilmu Hukum.

Hal tersebut dilakukan dalam bentuk mata kuliah Hukum Udara yang berada di dalam program studi Ilmu Hukum. Dengan porsi sekitar 10 persen dari jumlah seluruh mata kuliah. ''Tapi kami berencana untuk menjadikan Ilmu Hukum Udara sebagai program studi mandiri di luar Ilmu Hukum. Karena ke depan, bidang ini akan sangat dibutuhkan,'' ujar dosen mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia ini.

Unsurya memang tidak hanya menyediakan program studi yang spesifik dengan bidang ilmu penerbangan saja. Namun juga berbagai ilmu umum lainnya. Hal ini karena ilmu penerbangan didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari semua hal yang berkaitan dengan dunia penerbangan. Mulai dari desain pesawat, perawatan pesawat, ekonomi, industri hingga hukum. Karena itu, bidang ilmu ini menjadi sangat potensial.

Untuk yang spesifik ilmu penerbangan sendiri, dipelajari dengan fokus kepada teknik perawatan pesawat. Hal ini karena Unsurya melihat kebutuhan akan tenaga kerja yang sangat besar justru dalam hal perawatan. Martono juga melihat, saat ini kemampuan Indonesia memang masih fokus kepada perawatan.

Perawatan yang diberikan tidak hanya kepada satu jenis pesawat saja. Mahasiswa juga diberikan pengetahuan dasar mengenai perawatan pesawat. Sehingga dapat diterapkan di semua jenis pesawat. ''Untuk mempelajari sebuah pesawat lebih spesifik dan mendalam, setiap mahasiswa harus mengikuti pendidikan khusus untuk mendapatkan sertifikat,'' jelas Martono.

Program studi yang ditawarkan Unsurya terkait dengan penerbangan antara lain, program studi Teknik Penerbangan untuk jenjang sarjana, Teknik Elektro untuk jenjang sarjana, Teknik Aeronautika untuk jenjang Diploma III, Teknik Elektronika Penerbangan untuk jenjang Diploma III, serta Teknik dan Manajemen Logistik Penerbangan untuk jenjang Diploma III.

1 komentar:

  1. Industri penerbangan harus memilih sebuah bahasa yang umum sehingga dari mana pun asal pilot atau ke mana pilot akan terbang, ada standar dalam komunikasi. Di Epic Flight Academy, kami sangat menekankan pentingnya memiliki atau memperoleh tingkatan bahasa Inggris penerbangan yang sesuai sebelum memulai pelatihan penerbangan Anda. Terlalu sering kami mendapati siswa yang datang kepada kami berharap tingkat bahasa Inggris penerbangan mereka bisa memadai untuk memulai sekolah pilot. Memahami mata pelajaran rumit yang akan dipelajari selama pelajaran terbang saja sudah cukup sulit. Tanpa latihan atau tanpa tingkatan pemahaman bahasa Inggris yang memadai tidak hanya akan menunda pelatihan tetapi menyebabkan siswa mengulangi beberapa aktivitas penerbangan sehingga menambah biaya pelatihan penerbangan. Tentu saja, risiko ini mudah dihindari dengan sedikit persiapan dan keputusan bijaksana, dengan sedikit berinvestasi dalam pelatihan bahasa Inggris penerbangan.

    http://epicflightacademy.com/id/bahasa-inggris-penerbangan/

    BalasHapus