Rabu, Juli 29, 2009

Turun, Laju Pembiayaan Motor

BI sudah menurunkan suku bunga, namun suku bunga di lembaga pembiayaan dan bank pemberi kredit masih tetap tinggi.

Industri sepeda motor di Indonesia bisa dibilang berkembang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2005, berdasarkan laporan Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), penjualan sepeda motor nasional mencapai 5,1 juta unit.

Di tahun 2006, karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak dan tingginya suku bunga bank, perkembangan industri sepeda motor mengalami penurunan, yakni sebesar 4.427.342 unit. Di tahun 2007, industri sepeda motor kembali naik ke angka 4.713.895 unit. Kenaikan yang cukup tinggi terjadi di tahun 2008, yakni 6.216.183 unit, atau naik sebesar 31 persen dibanding tahun sebelumnya.

Tahun 2009, industri sepeda motor kembali mendapat tantangan baru. Karena adanya krisis keuangan global, penjualan sepeda motor diprediksi akan mengalami penurunan. ''Tahun 2009, industri sepeda motor diprediksi akan mengalami penurunan sekitar 30 sampai 40 persen.

Masalah likuiditas lembaga keuangan yang memberikan kredit untuk pembelian motor disebutkan Gunadi sebagai penyebab utama penurunan angka penjualan sepeda motor,'' kata Ketua AISI, Gunadi Sindhuwinata.Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Dennis Firmansjah menguatkan ucapan Gunadi.

Ia menjelaskan, pertumbuhan industri sepeda motor terkait erat dengan peranan lembaga pembiayaan, baik bank maupun nonbank. Selama ini, ungkap Dennis, 85 persen proses pembelian motor menggunakan cara kredit. Karena itu, jika lembaga yang memberikan kreditnya bermasalah, maka turut berimbas kepada angka penjualan motor.

Tahun lalu, jelas Dennis, lembaga pembiayaan mampu menghasilkan pemasukan sebanyak Rp 140 triliun. Untuk tahun ini, pemasukan yang akan didapat setidaknya mencapai Rp 100 triliun. Dari jumlah itu, Rp 60 triliun sampai Rp 65 triliun didapat dari industri otomotif.

Hal senada diungkapkan Presiden Direktur Federal International Finance (FIF), Suhartono. Ia menjelaskan, di tahun 2009, industri pembiayaan diprediksi akan mengalami penurunan sebesar 10-20 persen. ''Pendorong penurunan itu antara lain tingginya suku bunga.

Meskipun Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga, tapi suku bunga di lembaga pembiayaan dan bank pemberi kredit masih tetap tinggi,'' paparnya.Suhartono menjelaskan, krisis keuangan global yang terjadi justru akan semakin meningkatkan pembelian kendaraan dengan cara kredit. Hal ini karena masyarakat merasa membeli secara kredit lebih nyaman.

Apalagi dengan kondisi semakin mahalnya harga kendaraan.
Direktur Pemasaran Bussan Auto Finance (BAF), Armando Lung justru memberikan komentar berbeda. Ia menjelaskan, kondisi di BAF sedikit berbeda dibanding lembaga pembiayaan (leasing) pada umumnya. BAF merupakan lembaga pembiayaan milik Yamaha, karenanya hanya membiayai produk Yamaha saja.

Jadi, tambahnya, meskipun permintaan menurun, tapi tetap menaikkan target. Ini terkait dengan keinginan Yamaha untuk menjadi pemain nomor satu di industri sepeda motor nasional. ''Untuk tahun ini, Yamaha memasang target untuk melewati angka penjualan tahun lalu yang mencapai 2,4 juta unit. Atau setidaknya, menyamai angka tahun lalu,'' ujar Armando.

Ia mengatakan, jika terjadi peningkatan penjualan Yamaha, maka BAF pun akan naik. Tahun lalu, BAF mengakomodasi 650 ribu unit dari total penjualan motor Yamaha. Tahun ini, Armando menargetkan untuk membiayai 32,5 persen atau sekitar 800 ribu produk baru Yamaha.

Untuk mengantisipasi penurunan tersebut, berbagai langkah disiapkan lembaga pembiayaan. Langkah yang diambil FIF, kata Suhartono, antara lain menurunkan bunga pembiayaan sehingga bisa lebih kompetitif. Awal Februari lalu, FIF menurunkan suku bunga hingga mencapai dua persen. Saat ini, bunga pembiayaan FIF berkisar antara 26-32 persen.

Perbedaan itu disesuaikan dengan kondisi, area, kompetisi, dan juga besarnya risiko. ''Kami juga akan fokus ke segmen konsumen khusus, contohnya adalah guru,'' ujarnya. Di tahun 2008, tambah Suharto, banyak bermunculan produk baru. Karena itu, FIF terus menjalin sinergi dengan agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan diler.

Antara lain, dengan melakukan pameran produk baru dan penawaran kepada pelanggan yang telah mengambil kredit dan hampir selesai. ''Untuk itu, kami akan menggunakan call center yang kami miliki,'' tambahnya. BAF pun tidak ingin ketinggalan. Selain menyinergikan kegiatan penjualan dengan ATPM dan meningkatkan pelayanan, BAF juga akan memberikan paket diskon yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

''Tapi kami tidak ingin melakukan perang diskon. Karena hal itu dapat meningkatkan tingkat NPL (non performing loan/kredit bermasalah). Apalagi dalam kondisi seperti ini,'' ungkap Armando.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar