Bisa atau tidaknya produk dalam negeri menjadi tuan rumah di negeri sendiri sangat bergantung pada motivasi dan semangat semua pihak terkait; pemerintah, pengusaha, dan konsumen. Inilah salah satu kesimpulan dari Executive Leadership Seminar tentang 'Kebangkitan Produk Industri Dalam Negeri'. Seminar digelar Harian Republika bekerja sama dengan Departemen Perindustrian, pekan lalu, yang dihadiri Wapres Jusuf Kalla; Menteri Perindustrian Fahmi Idris; Presdir Maspion Grup, Alim Markus; Direktur Bank Mandiri, Budi G. Sadikin; Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Gunadi Shindunata; Direktur Pemberitaan TVOne, sukarni Ilyas.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab sebuah negara mampu berkembang dan maju. Bisa karena kehebatan sumber daya manusia, sumber daya alam, budaya, dan sebagainya. Apapun bidang yang diunggulkan, namun ada satu hal yang pasti dimiliki sebuah negara maju. Yaitu semangat tinggi yang dimiliki negara tersebut untuk maju.
Demikian diungkapkan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla saat menjadi pembicara kunci dalam Executive Leadership Seminar bertema 'Kebangkitan Produk Industri Dalam Negeri' di Balai Kartini, Jakarta, pekan lalu.
Menurut Wapres, semangat tersebut harus dimiliki oleh semua pihak. Mulai dari produsen, konsumen, dan pemerintah. Produsen, katanya, harus bersemangat memproduksi produk berkualitas dengan harga terjangkau dan mudah ditemui di pasaran. Karena, dalam persaingan dunia yang dibutuhkan adalah produk yang lebih baik kualitasnya, lebih cepat sampainya dan lebih murah harganya. ''Lebih baik, lebih cepat, lebih murah. Itu intinya. Jargon ini bukan hanya untuk kepentingan sesaat, tapi harus jadi pedoman kita untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri,'' kata Wapres.
Pada diri konsumen, semangatnya adalah dengan membeli produk dalam negeri. Konsep besarnya adalah dengan membeli produk lokal, akan berarti membuka lapangan pekerjaan, membantu keluarga, membantu ekonomi nasional. ''Dan tentu konsumen akan berpikir, penjualan produk dalam negeri ikut membantu menyumbang pajak. artinya penerimaan negara akan bertambah,'' tutur dia.
Sedangkan dari semangat pemerintah, yakni dengan mengeluarkan instruksi untuk memakai produk dalam negeri. Yang didukung pula oleh regulasi terkait penggunaan produk dalam negeri. ''Semoga saja semangat dapat menjadi modal kita untuk memiliki perekonomian yang kuat,'' tegasnya.
Pentingnya peran pemerintah juga disampaikan Direktur Program TV One, Sukarni Ilyas. Ia menjelaskan, pemerintah harus berperan untuk membangun nasionalisme individu. ''Nasionalisme tergantung dari political will pemerintah. Hal ini harus didukung oleh seluruh jajaran pemerintah tanpa kecuali,'' katanya.
Menurutnya, pemerintah harus membuat kebijakan yang mengatur masuknya produk impor secara ketat. Tapi, tambahnya, kondisinya justru berbeda. Kebijakan yang ada malah mempermudah masuknya barang-barang impor. Ia menyebut Korea Selatan sebagai contoh. Ketika ia berkunjung ke Korea Selatan pada tahun 70-an, ia melihat pemerintah melakukan proteksi produk lokal dengan sangat ketat. Tidak ada satu pun produk impor yang dapat ditemui di Korea Selatan pada waktu itu.
Ketika isu globalisasi muncul beberapa tahun kemudian, Korea Selatan sudah memiliki produk nasional yang kuat. ''Jadi, meskipun ada produk dari negara lain, mereka lebih memilih produk dalam negeri. Ada kebanggaan yang muncul ketika mereka menggunakan produk negaranya,'' jelasnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Aziz P Pane yang menjadi peserta seminar juga mengatakan pentingnya peran pemerintah terhadap kebangkitan produk lokal. Ia menjelaskan, Indonesia termasuk salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Masalahnya, karet alam bukan satu-satunya bahan yang diperlukan untuk membuat ban.
''Faktanya, sekitar 65 persen bahan ban masih impor. Karena itu, kami sangat membutuhkan pengertian pemerintah untuk mempermudah masuknya bahan baku ban dan keringanan pajak. Jika begitu, Indonesia bisa menguasai industri ban dunia,'' kata Aziz.
Terlepas dari sektor atau industrinya, penggunaan produk dalam negeri memang butuh semangat dan komitmen tinggi. Cinta produk dalam negeri boleh jadi hanya sekadar jargon. Demi merealisasikannya, butuh keinginan dan komitmen kuat untuk tak sekadar mencintai, tapi yang lebih penting, juga memiliki dan menggunakan produk dalam negeri.
Menunggu Dukungan Perbankan
Tidak hanya dukungan pemerintah yang diperlukan untuk membangkitkan produk lokal dan perekonomian Indonesia. Dukungan dalam hal pendanaan pun menjadi satu hal yang tidak kalah penting. Direktur UKM Bank Mandiri Budi Sadikin menjelaskan, potensi industri perbankan sangat besar.
Dalam paparannya, ia memberikan tiga contoh yang ia dapat 10 tahun lalu. Yang pertama adalah Swiss yang merupakan negara kecil di Eropa namun tidak pernah terkena dampak perang yang terjadi di Eropa. Baik perang dunia pertama maupun kedua. Hal ini karena seluruh uang yang dimiliki pemimpin Eropa disimpan di Swiss.
Kedua adalah Israel yang merupakan negara kecil di Timur Tengah namun dapat mengatur dunia. Hal ini karena seluruh perekonomian dunia dikuasai oleh orang-orang Israel. Yang ketiga adalah Singapura yang mencoba meniru langkah Swiss dan Israel. Hasilnya, kini Singapura telah diakui sebagai salah satu negara berpengaruh di Asia dan dunia. ''Tiga contoh ini memperlihatkan bahwa industri perbankan merupakan industri yang strategis,'' jelasnya.
Di Indonesia pun perbankan memiliki peran penting, khususnya bagi perkembangan industri. Ia menjelaskan, Bank Mandiri merupakan bank yang belum lama terjun dalam pembiayaan mikro dan retail. Meskipun begitu, bidang mikro dan retail telah memberikan sumbangan yang tidak kalah besar dengan korporat.
Bahkan, katanya, pembiayaan di bidang mikro dan retail terus mengalami peningkatan. ''Sekarang, kami (kredit mikro dan retail) telah mencapai Rp 350 miliar dengan rata-rata pinjaman Rp 15 juta untuk setiap nasabah,'' tambah Budi.
Peserta lainnya, Marketing Support Manager PT Kaisar Motorindo Industri (KMI), Denny Chandra juga menegaskan pentingnya dukungan perbankan terhadap produk lokal. Ia menjelaskan, bagi industri sepeda motor dukungan pembiayaan dari perbankan sangat penting. Karena lebih dari 90 persen pembelian sepeda motor dilakukan secara kredit.
''Kami memang telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan leasing. Tapi, kami membutuhkan dukungan perbankan untuk memberikan pembiayaan dengan bunga yang lebih rendah. Sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat untuk membeli motor,'' paparnya.
Konsumsi memang menjadi pendorong perekonomian. Bahkan, Budi menambahkan, salah satu yang membuat Indonesia dapat bertahan adalah tingginya consumer spending. Karena itu, ia menghimbau masyarakat agar tidak terus menerus mengendapkan uangnya.
Hanya saja, tambahnya, konsumsi membutuhkan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Baik terhadap pemerintah selaku regulator, produsen, serta produk yang ditawarkan. Sehingga masyarakat tidak malu ketika menggunakan produk dalam negeri. ''Kita harus rendah hati dan percaya diri untuk membeli produk lokal. Bahwa produk kita memiliki kualitas yang sama dengan produk dari negara lain. Dengan begitu, kita pun dapat berdiri sejajar dengan negara-negara besar lainnya,'' jelasnya.
Perbankan, lewat pembiayaan terhadap industri yang menggunakan bahan baku dalam negeri atau menghasilkan produk dalam negeri, sudah saatnya lebih berperan dibanding sebelumnya. Pembiayaan sektor konsumsi yang mendongkrak penggunaan produk dalam negeri, mestinya menjadi prioritas. Ini yang ditunggu-tunggu realisasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar