Hingga saat ini, peran lembaga keuangan syariah memang masih terbilang kecil. Di sektor perbankan misalnya. Berdasar data publikasi BI April lalu, pembiayaan perbankan syariah tercatat sebesar Rp 39,7 triliun. Rincian besaran itu adalah jasa dunia usaha Rp 11,8 triliun pengangkutan dan komunikasi Rp 2,8 triliun, konstruksi Rp 3,2 triliun, pertanian Rp 1,2 triliun, pertambangan Rp 1 triliun, perindustrian Rp 1,2 triliun, listrik dan gas Rp 352 miliar, perdagangan Rp 4,8 triliun, jasa sosial Rp 2,5 triliun dan lain-lain Rp 10,5 triliun.
Direktur PT Asuransi Syariah Mubarakah, Dr Ir Salim Al Bakry mengatakan, kontribusi lembaga keuangan syariah masih sangat kecil. Saat ini, ekonomi syariah hanya menyumbangkan 2-3 persen dari perekonomian nasional. ''Meskipun begitu, keuangan syariah memiliki prospek yang sangat cerah,'' tandas Salim.
Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Ahmad Riawan Amin mengatakan, secara legal pemerintah juga telah menyatakan dukungan melalui UU Perbankan Syariah. Selain itu Presiden pun menyatakan ekonomi syariah telah menjadi agenda nasional.
Salim mengatakan, kecilnya peran keuangan syariah di Indonesia lebih karena rendahnya nasionalisme masyarakat. Orang Indonesia, katanya, cenderung lebih senang dengan produk dari luar negeri. Termasuk dalam hal sistem ekonomi. Padahal, belum tentu sistem yang digunakan di luar cocok dan dapat membuat perekonomian menjadi maju. ''Di negara kita keuangan syariah sedikit lebih lambat. Padahal, di negara lain telah lama digunakan,'' katanya.
Sebagai gambaran, katanya, di dunia, syariah telah menjadi solusi yang efektif dalam menghadapi berbagai masalah perekonomian yang muncul. ''Bahkan, dunia Barat yang notabene menganut perekonomian bebas pun telah mengakui dan menerapkan syariah dalam sistem perekonomiannya,'' tuturnya.
Meskipun begitu, keuangan syariah di Indonesia terus tumbuh, termasuk di antaranya asuransi syariah. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Mohammad Shaifie Zein mengatakan, apresiasi masyarakat terhadap asuransi syariah telah ada. Pemainnya pun terus bertambah.
Saat ini, terdapat tiga perusahaan reasuransi syariah dan enam broker asuransi syariah dan reasuransi syariah. Dalam dua tahun terakhir belum ada tambahan asuransi syariah lagi dan tercatat saat ini ada 38 perusahaan asuransi, di mana tiga di antaranya adalah perusahaan asuransi murni syariah.
Karenanya, tak heran jika bisnis asuransi syariah dinilai menguntungkan. Tercatat, aset asuransi syariah di 2008 sebesar Rp 1,8 triliun. Dengan rincian asuransi jiwa Rp 1,2 triliun dan asuransi kerugian syariah Rp 683 miliar. Jumlah tersebut meningkat dibanding 2007 yang memiliki total aset Rp 1,4 triliun. Dengan rincian asuransi jiwa Rp 1 triliun dan asuransi kerugian Rp 491 miliar. Sementara, dari premi di 2008 tercatat Rp 1,7 triliun atau meningkat dua kali lipat dari total premi di 2007 yang sebesar Rp 800 miliar.
Salim mengatakan, dibanding asuransi biasa pada umumnya, asuransi syariah atau takaful memiliki banyak kelebihan. Antara lain, syariah tidak hanya sebagai sebuah produk. Namun juga sebagai nilai-nilai yang perlu diamalkan. ''Jika kita menggunakan produk syariah, maka sama saja kita mengamalkan nilai-nilai syariah dalam kehidupan kita,'' katanya.
Kelebihan lainnya, asuransi syariah menggunakan sistem berkeadilan yang tidak dimiliki asuransi konvensional. ''Dalam syariah sama saja dengan kerja berjamaah,'' tambah Salim.
Kontrak kepesertaan nasabah asuransi syariah didasarkan pada prinsip saling melindungi dan tolong menolong di antara peserta (takafuli). Dengan begitu, menjadikan semua peserta (nasabah) dalam suatu keluarga besar untuk saling melindungi dan menanggung risiko bersama.
Sistem operasinya pun selalu diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Dengan demikian, selalu sesuai ketentuan syariah Islam. Selain itu, setiap nasabah dalam kontraknya di minta menyisihkan sebagian dana dari premi untuk saling membantu jika terjadi musibah di antara anggota. Dana ini disebut dengan dana tabarru.
Kelebihan lainnya, dana klaim yang dibayarkan kepada penerima musibah diambilkan dari rekening tabarru. Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk premi atau kontribusi pun merupakan milik peserta. Perusahaan asuransi syariah hanya pemegang amanah untuk mengelolanya. Jika peserta tidak mengalami musibah dalam masa perjanjian, maka dana ini tetap menjadi hak milik peserta, bukan milik perusahaan takaful. Yang tidak kalah penting, dana yang terkum pul dari peserta diinvestasikan sesuai ketentuan syariah, tidak di usaha-usaha yang terlarang.
Secara umum, produk takaful individu dibagi menjadi dua jenis. Yaitu produk takaful individu tabungan dan produk takaful non-tabungan. Mekanisme kerja kedua produk tersebut berbeda satu dengan yang lain. Dalam produk takaful tabungan, selain nasabah menyerahkan dana tabarru, ia juga menyerahkan dan untuk diinvestasikan oleh perusahaan. Sehingga pada saat jatuh tempo nasabah berhak atas dana pertanggungan dan bagi hasil serta tabungannya. Jenis asuransi ini diaplikasikan pada banyak produk seperti asuransi dana haji, asuransi dana investasi, dan asuransi pendidikan.
Dalam produk takaful non-tabungan, nasabah hanya berperan dalam memberikan tabarru. Namun perusahaan asuransi bisa memberikan imbalan bagi hasil kepada nasabah atas dana tabarru yang diterimanya. Dengan begitu, pada saat jatuh tempo nasabah berhak atas dana pertanggungan ditambah bagi hasil perusahaan. Produk ini dikembangkan untuk asuransi jiwa, kecelakaan, kesehatan, dan perjalanan. Produk ini juga diterapkan pada asuransi kendaraan bermotor, kebakaran, dan pengangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar